Oleh Yan Christian Warinussy*
Pada tanggal 16 Desember 2011 yang lalu, 4 (empat) tokoh pimpinan Gereja-Gereja di Tanah Papua, masing-masing Pdt. Ny. Jemima Krey, S.Th (Sinode Gereja Kristen Injili/GKI di Tanah Papua), Pdt. Socratez Sofyan Yoman, M.A (Sinode Gereja-Gereja Baptis di Tanah Papua); Pdt. Dr. Benny Giay, M.Th (Sinode Gereja Kemah Injil di Tanah Papua) dan Pdt. Dr. Marthen Luther Wanma (Gereja Kristen Alkitab Indonesia/GKAI) telah berkesempatan bertemu dan berkomunikasi secara terbuka dengan Presiden Republik Indonesia DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono di kediaman pribadinya di Cikeas-Bogor, Jawa Barat. Dalam pertemuan tersebut para tokoh Gereja telah menyampaikan sebuah surat seruan dari Gereja-gereja di Tanah Papua tentang situasi sosial-politik dan aspirasi rakyat Papua secara terbuka, sistematis dan terhormat kepada Kepala Negara dalam 7 (tujuh) halaman folio.
Rekomendasi yang disampaikan oleh keempat pimpinan Gereja di Tanah Papua ketika itu menegaskan bahwa cara penyelesaian atas berbagai persoalan di Tanah Papua hanya bisa dilakukan melalui dialog inklusif antara pemerintah Indonesia dengan rakyat Papua yang difasilitasi oleh pihak ketiga yang netral.
Setelah menerima kedatangan keempat pimpinan Gereja dari Tanah Papua tersebut, Presiden SBY kemudian menyampaikan bahwa dirinya kan mengundang para pemimpin Gereja tersebut untuk bertemu kembali pada bulan Januari 2012, tepatnya tanggal 17 Januari 2012, tapi kemudian diundurkan menjadi 25 Januari 2012.
Akan tetapi ternyata pertemuan kedua tersebut gagal dilaksanakan karena alasan yang dikemukakan oleh Presiden bahwa Kepala Negara ini tersinggung dengan kata-kata dari para pimpinan Gereja dari Papua tersebut pada pertemuan pertama (16/12/2011) lalu.
Kendatipun pertemuan kedua dengan keempat pimpinan Gereja dari Papua dan Papua Barat tersebut gagal, namun Presiden SBY dengan keterlibatan Menko Polhukam dan Staf Khusus Presiden Dr. Felix Wanggay telah bertemu lagi dengan sekitar 13 orang pimpinan Gereja lain dari Tanah Papua yang difasilitasi oleh Persekutuan Gereja-Gereja Papua (PGGP) di bawah pimpinan Ketuanya Pdt. Lipiyus Biniluk, S.Th dan juga hadir Ketua STFT Fajar Timur Pater Dr. Neles Tebay.
Mereka para pemimpin Gereja yang difasilitasi PGGP ini dapat bertemu Presiden pada tanggal 1 Februari 2012 yang lalu di Wisma Negara-Jakarta dan berlangsung secara tertutup.
Dalam pemberitaan di Harian Umum KOMPAS, (2/2) disebutkan bahwa dalam dialog ke-13 pemimpin Gereja tersebut dengan Presiden SBY telah disepakati upaya untuk mendorong dialog yang intensif dengan berbagai unsur di Tanah Papua, dan Presiden SBY menyambut baik pendapat perwakilan tokoh gereja yang ingin mewujudkan Papua yang damai.
Para pemimpin gereja-gereja di Tanah Papua mendukung inisiatif Presiden SBY dan pemerintah pusat untuk mencari solusi dan langkah-langkah terbaik bagi masalah Papua melalui dialog terbuka dengan rakyat Papua. Sehingga untuk berdialog ada baiknya melibatkan 9 (Sembilan) unsur dalam masyarakat agar mencapai hasil masksimal.
Kesembilan pihak yang dimaksud oleh 13 Pemimpin Gereja tersebut ialah: masyarakat asli Papua, masyarakat Indonesia lainnya (non-Papua), pemerintah daerah (Propinsi maupun Kabupaten/Kota) di Papua dan Papua Barat, POLRI, TNI, perusahaan multinasional ataupun domestik, pemerintah pusat, para gerilyawan (TPN/OPM) dan orang-orang Papua yang hidup di luar negeri.
Berkenaan dengan kedua pertemuan tersebut, saya sebagai Advokat Hak Asasi Manusia dan selaku Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari menyarankan agar para pemimpin Gereja-gereja di Tanah Papua, baik di Propinsi Papua dan Papua Barat untuk terus konsisten berjuang bersama rakyat Papua dalam meyuarakan aspirasi sosial-politik mereka yang sudah mengemuka di dunia selama ini.
Langkah para pemimpin Gereja baik dalam pertemuan pertama (16/12/2011) maupun pertemuan kedua (1/2/2012) dengan Presiden SBY adalah merupakan suatu langkah maju dan sangat berani serta cukup tegas sebagai bagian dari langkah provetis Gereja dalam memperjuangkan penghapusan penindasan terhadap umatnya yang selama ini menderita diatas tanah leluhurnya sendiri. Ini penting dan perlu diteruskan oleh seluruh denominasi gerja yang ada di atas Tanah Papua.
Dengan demikian adalah sangat baik jika saat ini keempat Pimpinan Gereja yang sudah bertemu Presiden pada bulan pertengahan Desember 2011 dan Ketua PGGP Pdt.Lipiyus Biniluk dan Pater Dr. Neles Tebay duduk bersama dan merancang langkah-langkah lanjutan yang perlu diwujudkan sebagai tindak lanjut dari kedua pertemuan tersebut, dan bersama dengan umatnya semua berjuang untuk mewujudkan segera penyelenggaraan Dialog Papua-Indonesia itu sendiri dalam waktu dekat ini.
*Penulis adalah Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari
0 komentar:
Posting Komentar
:.Kawan, ko penting. Beri Komentar ee?.: