|
Rektor Uswim, Didimus Mote saat memberikan penjelasan soal SPP kepada
mahasiswa didampingi Dandim dan Kapolres Nabire. Foto: Yermias/MS |
Kamis (21/03/13), Mahasiswa Universitas Satya
Wilayah Mandala (USWIM) telah melangsungkan Demontrasi penurunan biaya SPP yang
melonjak tinggi. Dan di waktu yang bersamaan pihak Kampus sedang melangsungkan
sosialisasi di SMA/K dan sederajat. Akibatnya, aspirasi-aspirasi mahasiswa
memantul.
Mahasiswa pun meninggalkan lokasi kampus dan
menyepakati akan kembali hari Jumat (22/03/2013) dalam jumlah massa yang
bertambah.
Besoknya, Jumat, sekitar Pukul 08:00 WP, titik
kumpul di Pasar Karang dan bergerak ke Kampus USWIM. Namun, di titik kumpul
jumlah massa minim, maka semua Mahasiswa USWIM bertemu di Kampus.
Ratusan mahasiswa telah kumpul. Sekitar Pukul 10:00
WP memulai Demontrasi menuntut penurunan biaya SPP di depan rektorat.
Di titik nol, areal kampus sudah ada Brimob satu
truk, Lantas, dan Polisi umum.
Terlihat ada Brimob dan Polisi. Brimob beridir
sekitar 20 meter tepat di belakang mahasiswa saat bernegosiasi dan Polisi
berlalu-lalang di areal kampus sampai pada Gapura depan. Dandim 1705
mendampingi rektor di sisi kanan dan Kapolres Nabire di sisi kiri.
“Kami ke sini
meminta agar rektor segera menurunkan biaya kampus yang terlalu mahal,” kata
Koordinator Lapangan (Korlap), Sekertaris Senat, Nawipa, dalam orasinya.
Setiap jurusan kenaikannya sama dan ini sudah terjadi
dari tahun-tahun sebelumnya.
“Selama ini kami tu diam-diam saja. Sekarang sudah
masuk semester genap ni, tepat di 22 Maret 2013, kami meminta agar biaya diturunkan
sesuai dengan kondisi kampus yang tidak beres,” kata Juru Bicara (Jubir), Y.
Kayame dan dibantu Tekege.
Awal Tahun 2013 memasuki semester genap, di
tiap-tiap jurusan rata-rata, total biaya SPP Persemester Rp 3.500.000,00- dan hitungannya;
biaya SPP Variabel per-SKS Rp 70.000,00-, biaya SPP Tetap Rp 850.000, 00-, dan
biaya lain-lain Rp 900.000,00-. Belum termasuk biaya pertama masuk di USWIM sekitar Rp 6.000.000,00- dan biaya Studi Banding rata-rata
Rp 2.000.000,00-.
Rektor USWIM dalam pertemuan terbuka di depan
rektorat menjelaskan pemakaian biaya tersebut di dampingi, DPRD,
Kapolres, dan Dandim. Mahasiswa mempersoalkannya. Karena,
dinilai tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya di Kampus.
Alasan kenaikan biaya Rektor USWIM, Didimus Mote
SH., M.Si. mengatakan, “Biaya ini naik, karena tidak ada bantuan apa pun untuk
menunjang sarana dan prasarana di kampus yang merupakan awal dari Misi USWIM
demi menuju pada Visi. Sperti biaya lain-lain Rp 900.000,00- diperuntukan
penggunaan Bus bagi antar jemput mahasiswa dan kegiatan mahasiswa,” saat
meresponi aksi mahasiswa.
Balasan spontan mahasiswa, fasilitas
kampus seperti laboratorium, perpustakaan masih belum ada hingga saat ini, dan dosen-dosen malas mengajar.
USWIM memunyai lima Fakultas, yaitu;
Ilmu Sosial dan Politik (FISIP), Pertanian dan Peternakan (FAPERTANAK), Perikanan
dan Kelautan (FAPERIKLA), Keguruan dan
Ilmu Pendidikan (FKIP), dan Teknik (FATEK). Dengan masing-masing jurusan yang
membutuhkan banyak turun lapangan. Jadi, status kampus yang sudah terakreditasi
seharusnya sudah ada bantuan agar menunjang kemajuan USWIM tanpa mempersulit
mahasiswa.
Mahasiswa meminta pihak kampus untuk koordinasi
beberapa menit membicarakan kemungkinan penurunan
biaya pendidikan di kampus USWIM. Pihak kampus melakukan pertemuan sekitar 30
menit. Akhirnya biaya
penggunaan
Bus dan kegiatan mahasiswa Rp
900.000,00
dihapuskan, dan biaya SKS diturunkan menjadi Rp 50.000,00 dengan syarat.
Di saat yang bersamaan, terdengar
teriakan “bakar Kampus tuu… dan kaca pun terdengar picah.”
Sebelumnya, Mahasiswa aksi tidak
membawa senjata tajam bahkan Bensin. Hal ini diungkapkan oleh Wene Tekege,
anggota mahasiswa aksi. Jadi, terkait suara yang mengatakan bakar kampus dan
lemparan yang mengakibatkan picahnya kaca, itu kami tidak tahu, tidak ada
setingan aksi seperti itu.
Di areal kampus Pukul 12:20 WP, Jumat (22/03)
Gabungan Brimob dan Polisi membuang Gas Air Mata. Mahasiswa pun terpukul mundur
dan kecewa terhadapt tindakan aparat keamanan itu, apalagi kehadiran Brimob
yang lebih dulu.
Sekitar Pukul 12:30 WP, Tindakan
spontan mahasiswa meresponi aksi Brimob dan Polisi mengakibatkan Polisi
mengeluarkan tembakan peringatan sekitar 15 Peluru Karet. Namun, tembakan
Peluru Karet dari Brimob sekitar 20 tembakan yang berjarak sekitar 30 meter
dari Brimob dan mahasiswa mengakibatkan empat mahasiswa aksi korban.
Kena
tembakan Pelurutembus di Paha kiri dan bersarang di paha kanan, Kristianus Douw (20 Tahun) Jurusan
Peternakan Semester IV. Kena tembakan
satu peluru mengikis di Lengan kiri, Dogomo.
Kena sangkur di Kepala belakang tepat di kiri, Semi Yogi (19 Tahun) FISIP, Semeter II. Dan kena tembakan satu peluru mengikis di
Kepala kanan, Pekei.
Sekitar
Pukul 13:00 WP, empat mahasiswa aksi ditahan dan di bawa ke Polres untuk
dimintai keterangan dan dikeluarakn sekitar Pukul 20:30 WP.
Empat
mahasiswa aksi adalah; Aminadap Mote (19
Tahun) Semester II, Phlipus Mote, Kristianus Douw yang adalah sebelumnya korban tembak dan langsung
di bawa ke Rumah Sakit Umum Sriwini Nabire, dan Ham Youw.
Seperti yang dilangsir di www.majalahselangkah.com, saat konfirmasi soal penembakan itu, Kapolres Nabire, AKBP Bahara Marpaung
membantah.
"Ah tidak ada penembakan. Itu hanya peluruh sampah. Kalau ada yang terluka
itu pasti kena batu atau alat tajam lain. Anggota kami tidak menembak. Kami
hanya membantu mengamankan saja karena mahasiswa membawa bensin untuk membakar,"katanya.
Sebelumnya perlu diketahui bahwa fungsi kepolisian adalah
salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan
ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat Pasal 2 UU
No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (“UU
2/2002”). Dalam melaksanakan tugas pokoknya, Kepolisian Republik Indonesia
(Polri) bertugas melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli
terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan (lihat Pasal 14
ayat [1] huruf a UU 2/2002).
Berkaitan dengan aksi demontrasi di institusi pendidikan/kampus,
dapat kita lihat pengaturannya dalam UU
No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (“UU
9/1998”). Unjuk rasa atau demonstrasi merupakan salah satu bentuk penyampaian
pendapat di muka umum (lihat Pasal 9 ayat [1] huruf a UU 9/1998). Dalam Pasal
10 UU 9/1998 sebenarnya telah ditegaskan bahwa penyampaian pendapat di muka
umum wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri (ayat
[1]), dan diterima oleh Polri setempat selambat-lambatnya 3 x 24 (tiga kali
dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai (ayat [3]). Namun,
pemberitahuan secara tertulis ini tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah di
dalam kampus dan kegiatan keagamaan (ayat [4]).
Mahasiswa USWIM telah memberikan surat izin aksi. Dan Polisi
pun terima sehingga mengutuskan beberapa anggotanya untuk berjaga.
Surat pemberitahuan tersebut memuat (Pasal 11 UU 9/1998);
maksud dan tujuan, tempat, lokasi, dan rute, waktu dan lama, bentuk, penanggung
jawab, nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan, alat peraga
yang dipergunakan dan atau jumlah peserta.
Setelah
menerima surat pemberitahuan tersebut, Polri wajib (Pasal 13 ayat [1] UU
9/1998); segera memberikan surat tanda terima pemberitahuan, berkoordinasi
dengan penanggung jawab penyampaian pendapat di muka umum, berkoordinasi dengan
pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan penyampaian pendapat, mempersiapkan
pengamanan tempat, lokasi, dan rute.
Dan
dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum (dalam hal ini
demonstrasi), Polri bertanggung jawab (Pasal 13 ayat [2] dan [3] UU 9/1998);
memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau peserta penyampaian
pendapat di muka umum, menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan
ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Dari
ketentuan-ketentuan di atas, tidak ada larangan bagi Polri untuk masuk ke suatu
institusi pendidikan seperti kampus, apabila terjadi aksi demonstrasi yang
berujung kericuhan atau adanya aksi tawuran antar-mahasiswa.
Namun,
anehnya gabungan Brimob dan Polisi memulai aksi damai itu menjadi ricuh.
Brimob, Kapolres, dan Dandim
seharusnya tahu diri, di mana mereka boleh hadir. Polisi pun masih dalam tahap
pertimbangan untuk hadir di Kampus. Apalagi, Brimob dan Dandim, kerja semacam
ini dikategorikan primitif. Perlu hilangkan NKRI Harga Mati, karena sudah jelas
bahwa ideologinya itu dan akan memakan korban serta akan ada adu domba antar
Papua dan Papua sendiri.
Penulis Pemula Sonny Dogopia/B-TPN *)